This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 02 Maret 2015

BUDAYA SIMALUNGUN

BUDAYA SIMALUNGUN
 
Sama seperti suku-suku lain di sekitar daerah simalungun, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.

Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.

Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain.

Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbeda-beda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit).

Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik.
 
 ULOS DAN GOTONG

Minggu, 01 Maret 2015

PEMATANG RAYA





TEMPAT WISATA SIMALUGUN















Sabtu, 28 Februari 2015

HABONARON DO BONA

Arti dan Lambang


A.  Lambang Kabupaten Simalungun :
Dasar : Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 5 Tahun 1960
B.  Arti Lambang :
  1. Lambang berbentuk perisai terbagi lima petak dengan dasar lambang hijau lahan
  2. Bagian dari atas lambang digambarkan hiou Suri-suri dengan warna hitam yang bersuat ( bersifat ) putih pada hiou Suri-suri bagian atas tertulis nama Daerah Simalungun dengan tulisan warna putih.
  3. Petak kiri atas dan bawah kanan dengan warna merah darah
  4. Petak kiri bawah dan kanan atas dengan warna putih
  5. Petak di tengah-tengah dengan warna kuning emas
  6. Gambar pada petak kiri bawah setangkai padi dengan 17 butir, warna kuning emas.
  7. Gambar pada petak kiri atas daun the dengan jumlah 8 helai dengan warna hijau.
  8. Gambar pada letak kanan atas Bukit Barisan berpuncak dan dua buah puncak di tengah lebih tinggi dari yang disampingnya dengan  warna biru dan sebelah bawah gelombang danau empat baris warna biru muda
  9. Gambar petak kanan bawah, bunga kapas 5 kuntum dengan warna putih dan kelopak bunga warna hijau.
  10. Gambar pada petak tengah rumah balai adat dengan susunan galang 10,7 anak tangga, jerjak 8 sebelah, tiang 4, sudut atap lima dan pada rabung atas sedang gambar kepala kerbau dengan warna atap hitam dan galang warna putih.
  11. Garis batas-batas petak dengan warna hitam dan sebelah luar perisai tepi hiou Suri-suri ditambah dengan garis putih.
  12. Pita sebelah bawah perisai dengan warna putih tepinya warna hitam tempat menuliskan semboyan lambang.
  13. Semboyan lambang HABONARON DO BONA dalam bahasa Daerah Simalungun yang artinya kebenaran itu adalah pokok.
Makna gambar-gambar pada lambang :
  1. Lambang berbentuk perisai adalah menggambarkan kekuatan dan pertahanan membela kepentingan daerah dan negara.
  2. Bilangan-bilangan pada bagian-bagian lambang adalah simbolik yang menggambarkan kesetiaan kepada Negara RI
  3. Padi dan Kapas kebutuhan pokok untuk mencapai kemakmuran dan keadilan
  4. Daun the adalah penghasilan yang utama dari Daerah Simalungun
  5. Gunung dan Danau adalah menggambarkan keindahann alamnya
  6. Gelombang Danau menggambarkan dinamika masyarakat
  7. Rumah Balai adalah spesifik daerah yang menggambarkan adat kebudayaan dan kesenian daerah.

SEJARAH SINGKAT KERAJAAN-KERAJAAN SIMALUNGUN

 
KERAJAAN NAGUR (500-1400)
Inilah kerajaan pertama suku Simalungun, rajanya bermarga Damanik Nagur (Rampogos). Wilayahnya sangat luas, lebih luas dari Kabupaten Simalungun sekarang ini. Masa kejayaan Kerajaan Nagur berakhir sesudah penyerbuan oleh Aceh pada tahun 1539 ke beberapa tempat di daerah kekuasaanya, khususnya di daerah pantai Timur. Nagur semakin mundur setelah diserang oleh pasukan Tuan Raya bermarga Saragih Garingging pada abad XIX. Sisanya adalah kampung Nagur Raja di Kabupaten Serdang Bedagai.
Nagur pada masa kejayaanya terdiri dari dua wilayah; di selatan oleh Nagur dan di utara oleh Kerajaan Batangiou yang selanjutnya berub ah menjadi Kerajaan Tanah Jawa. Menurut kisah, raja Nagur pada masa jayanya menjemput permaisuri (puang bolon) dari Kerajaan Mataram di Jawa. Dari sini bermula orang Simalungun memakai gotong batik seperti yang kita pakai sampai sekarang ini.

KERAJAAN SILOU (1300-1400)
Sesudah Nagur semakin lemah, maka salah seorang Anakborunya bermarga Purba Tambak diangkat menjadi Raja Goraha dan selanjutnya berkembang menjadi kerajaan bernama Kerajaan Silou. Nagur pada waktu itu masih tetap berdiri, tapi Kerajaan Silou semakin meluaskan wilayahnya hingga mancapai pantai Timur Sumatera sampai ke Asahan sekarang ini. Pusat pemerintahannya pada waktu itu berada di Silou Buntu di Kecamatan Raya sekarang ini, salah seorang rajanya yang terkenal bernama Tuan Toriti Purba Tambak dengan tungganganya Gajah Putih yang menjadi lambang kerajaannya.
Senasib dengan Nagur, pada abad XIV perang saudara pecah di Kerajaan Silou di antara sesama anak raja Silou, sehingga berdiri Kerajaan Panei dan Dologsilou dari masing-masing bermarga Purba Sidasuha dan Purba Tambak Lombang.

KERAJAAN RAJA MAROMPAT (1400-1946)
Pada abad XIV-XVI, situasi di Sumatera Timur berada dalam keadaan genting, karena Aceh dengan pasukan Sultan Iskandar Muda terus-menerus mengancam keberadaan kerajaan-kerajaan di sepanjang jalur perdagangannya di Selat Malaka. Kerajaan Nagur yang berkuasa di situ, semakin lama semakin lemah, dan akhirnya makin terdesak hingga ke pedalaman.
Untuk menghindarkan daerahnya dari pendudukan langsung; maka raja Nagur mengangkat orang-orang kepercayaannya menjadi panglima perang sekaligus dinikahkan dengan puteri-puterinya, sehingga para panglima ini berstatus Anakboru pada Raja Nagur yang otomatis akan menunjukkan rasa hormat dan penghargaannya kepada raja Nagur sebagai tondong.
Pada masa setelah abad XIV, muncullah empat raja utama di Simalungun; di mana Nagur masih tetap ada, tetapi peranannya sudah semakin menghilang. Keempat raja itu adalah: Tanoh Jawa dengan raja marga Sinaga, Panei dengan raja marga Purba Sidasuha, Dolog Silou raja marga Purba Tambak dan Siantar, kerajaan marga Damanik peninggalan dari Nagur terdahulu. Masing-masing diikat oleh adat Maranakboru, Martondong, Marsanina oleh karena hubungan kekerabatan lewat jalur perkawinan yang dipolakan oleh tradisi Puang Bolon, yaitu puteri raja yang menurut adat, syarat mutlak untuk meneruskan generasi raja turun temurun. Raja Panei dan Dologsilou menjemput puang bolon kepada marga Damanik puteri raja Siantar, demikian pula Tanah Djawa. Sedangkan raja Siantar sendiri menjemput isteri pada bangsawan Silampuyang dengan gelar Tuan Silampuyang marga Saragih.

RAJA MARPITU (1907-1946)
Tahun 1865 mulailah kolonialisme Belanda memasuki tanah Simalungun, mula-mula di Tanjung Kasau yang pada waktu itu tunduk ke Siantar, lalu makin merembes jauh sampai ke pedalaman Simalungun dalam rangka pembukaan perkebunan di atas lahan raja-raja Simalungun. Dengan berbagai intrik dan politik pecah belah di antara sesama raja-raja dan masyarakat Simalungun; Belanda berhasil memisahkan beberapa daerah adat Simalungun dari kekuasaan Raja Marompat; daerah Padang Bedagai yang pada awalnya daerah takluk Kerajaan Silou menjadi diakui sah sebagai raja oleh Belanda. Demikian pula daerah Batak Timur Dusun di Serdang diakui masuk kesultanan Serdang. Batubara sekitarnya sampai ke Tanjung Balai yang dulu berada di bawah kekuasaan raja Siantar dan Tanah Jawa dipisahkannya dari Simalungun dan dimasukkannya ke Kesultanan Asahan.
Pada tahun 1907 sesudah perlawanan raja-raja Simalungun berhasil ditundukkan Belanda, seperti raja Siantar Sangnaualuh Damanik, penguasa di Raya Rondahaim Saragih, Tuan Dolog Panribuan gelar Tuan Sibirong Sinaga dan raja Dologsilou Tn Tanjarmahei Purba Tambak maupun Tn Jontama Purba Sidasuha raja Panei; maka Belanda mengakui Raya, Purba dan Silimakuta menjadi kerajaan penuh di samping kerajaan Raja Marompat yang sudah lebih dahulu hadir ratusan tahun sebelumnya. Dengan demikian hadirlah tujuh kerajaan di Simalungun sesudah kehancuran Kerajaan Nagur, yaitu:

1. Kerajaan PANEI RAJA MARGA PURBA SIDASUHA dengan puang bolon puteri boru Damanik dari Kerajaan Siantar;
2. Kerajaan TANOH JAWA RAJA MARGA SINAGA DADIHOYONG HATARAN dengan puang bolon dari tuan puteri boru Damanik dari Kerajaan Siantar;
3. Kerajaan SIANTAR RAJA MARGA DAMANIK BARIBA SI PAR APA dengan puangbolon dari tuan puteri boru Saragih Silampuyang dari Tuan Silampuyang/Sipoldas;
4. Kerajaan DOLOGSILOU RAJA MARGA PURBA TAMBAK dengan puangbolon tuan puteri boru Saragih Garinging dari Kerajaan Raya;
5. Kerajaan PURBA RAJA MARGA PURBA PAKPAK dengan puangbolon tuan puteri boru Damanik dari Kerajaan Siantar;
6. Kerajaan RAYA RAJA MARGA SARAGIH GARINGGING dengan puangbolon tuan puteri boru Purba Sidasuha dari Kerajaan Panei;
7. Kerajaan SILIMAKUTA RAJA MARGA PURBA GIRSANG dengan puangbolon tuan puteri boru Saragih Munthe/Saragih Garingging dari Tonging/Kerajaan Raya.

AKHIR KERAJAAN
Kerajaan-kerajaan Simalungun berakhir setelah kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 secara politis tidak memiliki kekuasaan lagi seperti zaman Belanda yang diakui sebagai daerah istimewa berpemerintahan sendiri (zelfbestuurende Landschappen). Kerajaan-kerajaan Simalungun benar-benar hapus sesudah dihapuskan oleh Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 yang disertai dengan pembantaiaan tidak berperikemanusiaan oleh laskar rakyat Barisan Harimau Liar pimpinan Saragihras dan Djatongam Saragih dan kawan-kawan yang anti kerajaan. Raja-raja Simalungun diturunkan dari tahtanya dengan kekerasan, harta bendanya dirampas, bahkan nyawanya melayang bersama dengan keluarga dan rakyat yang mengasihi mereka. Mari kita kenang para raja Simalungun yang mati dibunuh dengan kejam oleh Barisan Harimau Liar itu; di antaranya Raja Panei Tuan Bosar Sumalam Purba Sidasuha; Raja Purba Tuan Mogang Purba Pakpak, Tuan Dolog Panribuan Tuan Hormajawa Sinaga, Tuan Sipolha Tuan Sahkuda Humala Raja Damanik, dan korban-korban lain yang belum diketahui.